
JURNALIS KALBAR – PT PLN Nusantara (PLTU Ketapang) diduga abai terapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Pasalnya, salah seorang karyawannya tewas setelah mengalami kecelakaan kerja, Sabtu (12/04/2025).
Informasi dihimpun media ini, karyawan tersebut bernama Adam Subarkah, Warga Kelurahan Sampit. Kejadian diperkirakan sekitar pukul 06.00 WIB. Korban terjatuh dari turbin unit 2 dengan ketinggian kurang lebih 12 meter.
Akibatnya, korban meninggal di tempat. Dari keterangan berbagai sumber, lantai griting turbin unit dua tempat korban terjatuh diduga tidak terpasang klem griting pengaman.
Kejadian tersebut saat ini ditangani Polres Ketapang. Hal demikian terutama dibenarkan Koordinator PLTU, Malik ketika dikonfirmasi awak media Ketapang.
“Langsung saja ke Polres om. Soalnya satu pintu dan sudah bikin Berita Acara Perkara (BAP) juga,” tulis Malik dikonfirmasi, Minggu (13/04/2025).
Atas kejadian tersebut, sejumlah pihak menduga terjadi kelalaian. Terutama mengenai penerapan K3 yang merupakan upaya mencegah kecelakaan dan penyakit pekerja, serta melindungi pekerja dan lingkungan kerja.
Dugaan kelalaian K3 diperkuat ketika korban dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Agoes Djam Ketapang menggunakan mobil ambulans Desa Sukabangun Dalam sekitar pukul 08.30 WIB. Bukan menggunakan ambulans PLTU.
Ironisnya, pengantaran korban dari tempat kejadian ke RSUD, ambulans yang membawa korban tanpa menghidupkan sirene. Beredar kabar juga, wartawan yang berupaya mengkonfirmasi ke kejadian ke PLTU mendapatkan perlakuan tak responsif.
Merespon kejadian tersebut, Aktivis Buruh Ketapang, Kartono mendesak pihak terkait melakukan investigasi menyeluruh. Tujuannya guna mengetahui apakah ada kelalian PLTU hingga mengakibatkan kecelakaan kerja.
“Harus dilakukan ivestigasi menyeluruh agar kita mengetahui apakah pihak PLTU abai terhadap K3. Sebab K3 hukumnya wajib,” ujar Kartono, Selasa (15/05/2025) sore.
Menurut Kartono, penerapan K3 menjadi sesuatu yang wajib. Salah satu indikator penerapan K3 yakni adanya unit ambulan dan penunjang keselamatan kerja lainnya.
“Apakah ada atau tidak ambulan di PLTU, saya juga tidak mengetahui. Namun aturannya, memang harus ada. Jadi wajar banyak pihak berspekulasi PLTU lalai soal K3, sebab korban di antar ke RSUD menggunakan ambulan Desa,” ucapnya.
Kartono meminta Polres Ketapang mengusut tuntas kejadian tersebut. Dia juga mendesak Komisi II DPRD Ketapang ikut melakukan pengawasan sesuai tupoksi.
“Kita harap, Polres juga harus terbuka dalam melakukan penyelidikan terkait kasus ini,” katanya.
Menyangkut korban, Kartono turut berbela Sungkawa. Namun, dia mendorong PLTU untuk memenuhi semua kewajiban atas korban. Kewajiban itu menyangkut hak korban.
“Kami turut berbelasungkawa kepada keluarga korban. Adapun ke PLTU, penuhi segala kewajiban atas korban kecelakaan kerja,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, disebutkan bahwa syarat keselamatan kerja adalah mencegah dan mengurangi keselamatan kerja.
Perusahaan harus membentuk panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3). Ketentuan ini tertera dalam pasal 10 UU Tahun 1970.
Kemudian perusahaan harus memiliki dokumen Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Control (HIRADC). Ini merupakan metode mengidentifikasi bahaya, menilai risiko, dan menentukan pengendalian risiko.
Sementara tujuan HIRADC sendiri, adalah menjamin lingkungan kerja yang aman bagi karyawan, melindungi aset perusahaan, meminimalkan potensi kecelakaan atau kerugian.
Sanksi mengabaikan Undang-Undang K3 dapat berupa denda, kurungan, dan pencabutan izin usaha. Sanksi bagi individu berupa denda hingga kurungan paling lama satu tahun. (m@nk)