
JURNALIS KALBAR – Akibat konflik berkepanjangan, masyarakat minta izin Hak Pengelolaan Hutan (HPH) PT Mohairson Pawan Khatulistiwa (MPK) dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI dicabut. Penolakan khususnya datang dari masyarakat Desa Sungai Awan Kiri, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang.
Penolakan ditunjukkan dengan aksi memasang baliho bertuliskan ‘kami masyarakat Sungai Awan Kiri menolak keberadaan izin PT Mohairson Pawan Khatulistiwa sejak beroperasi hingga saat ini’. Baliho tersebut dipasang di sejumlah titik di Desa Sungai Awan Kiri.
Aksi tersebut pun menuai banyak pertanyaan. Mengapa sampai saat ini masih ada gerakan masyarakat yang menyampaikan aspirasi terkait keberadaan PT MPK. Sedangkan perusahaan ini sudah beroperasi sejak 2016 hinga sekarang.
Saat dikonfirmasi, Kepala Desa Sungai Awan Kiri, Sapwan Noor membenarkan aksi protes yang dilakukan pihaknya. Sebab perizinan milik PT MPK merupakan problem yang tidak pernah selesai sejak 2016 hingga kini.
Safwan menilai, pihak perusahaan tidak ada niat baik untuk menyelesaikan konflik dengan masyarakat Desa Sungai Awan Kiri. Sehingga wajar masyarakat menyampaikan aspirasi kekecewaan dengan cara yang beradab.
“Mereka hanya ingin Perusahaan memenuhi komitmen, terlepas PT tersebut sudah di take over kepada PT Inti Alam Raharja sebagai induk perusahaan,” kata Sapwan Noor, Rabu (07/05/2025).
Terkait hal-hal yang menjadi penyebab penolakan terhadap keberadaan PT itu, diketahuinya ada 15 point kesepakatan dulunya yang disepakati bersama antara perusahaan dan masyarakat.
“Parahnya, belum ada satu poin kesepakatan yang dilaksanakan oleh perusahaan,” tegasnya.
Dia berharap, konflik ini cepat selesai, sehingga masyarakat tidak menjadi korban dari pemegang Izin. Jangan sampai penyelesaian terlalu berlarut-larut, sebab izin mereka ini semua di atas 20 tahunan dan berpotensi masyarakat menjadi korban.
Untuk itu, dia meminta kepada Presiden, Wakil Presiden, Menteri Kehutanan, Gubernur Kalbar dan bupati Ketapang untuk mengevaluasi dan mencabut izin perusahaan.
“Lebih baik serahkan kepada masyarakat untuk mengelolanya, agar berdampak langsung terhadap perekonomian. Dari pada hanya pihak perusahaan yang mendapatkan keuntungan, sedangkan masyarakat hanya menjadi penonton,” mintanya.
Selain adanya baliho penolakan, juga muncul aksi tandingan serupa bertuliskan ‘Tidak Semua Masyarakat Desa Sungai Awan Kiri menolak Keberadaan izin PT Mohairson Pawan Khatulistiwa’. Namun itu dijawab dengan santai.
“Taukan itu kerjaan nya siapa. Silakan disimpulkan, dan hal ini membuktikan bahwa polanya yang diadu masyarakat dengan masyarakat itu sendiri. Makanya Negara harus hadir untuk masyarakat,” tambahnya.
Sementara Ketua BPD Desa Sungai Awan Kiri, Rusnadi juga menanggapi permasalahan yang terjadi sejak mulai beroperasinya perusahaan MPK. Dia pun menyebut beberapa poin kesepakatan, di antaranya terkait tali asih, tenaga kerja dan kemitraan yang ditanda tangani oleh tim mediator kedua belah pihak baik dari perwakilan masyarakat maupun pihak perusahaan
“Awalnya, sosialisasi dilakukan secara baik. Tetapi dalam perjalanan pihak perusahaan tidak menjalankan komitmen. Kemitraan kehutanan saja sampai saat ini tidak dilaksanakan,” ungkap Rusnadi.
Atas dasar tersebut, BPD sebagai perwakilan masyarakat juga sudah melaksanakan musyawarah desa bersama pemeritah desa. Disepakati bahwa menolak keberadaan izin perusahaan sesuai dengan berita acara pada 12 Desember 2022.
Dia menjelaskan, munculnya izin dari kementerian kehutanan menjadi alasan PT Mohairson Pawan Khatulistiwa bergerak di izin Pengelolaan hutan, dan yang dikelola adalah Kawasan Hutan Produksi.
Menurutnya, tidak salah kementerian menerbitkan izin prinsip, terlebih jelas di dalam aturan Kementrian Kehutanan, bahwa pihak perusahaan berkewajiban untuk memperhatikan hak adat, istiadat, sosial ekonomi, kearifan lokal masyarakaat setempat.
Itu semua sesuai perintah Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 1999, Perda Provinsi Kalbar Nomor 8 Tahun 2029 tentang Pengelolaan Kehutanan, dan aturan lainnya, baik UU maupun Permen LHK tentang Hak Pengelolaan Hutan.
“Jadi mereka ada kewajiban terhadap masyarakat, bahwa keberadaannya harus memperhatikan berbagai aspek. Kalau mereka tidak memperhatikan hal itu, berarti mereka sendiri yang melanggar aturan yang menjadi dasar mereka mendapatkan izin,” paparnya.
Salah satu masyarakat Desa Sungai Awan Kiri, Jainudin tidak mempermasalahan. Sebab itu adalah kawasan hutan produksi, dan masyarakat paham aturan tersebut.
“Namun harapan kami adalah, hutan itu dikembalikan kepada masyarakat. Biar masyarakat yang megelola. Kalau perusahaan boleh berbisnis, mengapa masyarakat tidak boleh ikut andil dalam bisnis yang sama,” cetusnya.
Untuk diketahui, keberadaan izin PT MPK di Kecamatan Muara Pawan meliputi Desa Mayak, Desa Ulak Medang, Sukamaju, Tanjung Pura, Tempurukan dan Sungai Awan Kiri.
Saat dikonfirmasi, Tim Komunikasi Media PT MPK, Maya belum bisa meberikan keterangan. Pihaknya justru meminta waktu untuk melakukan diskusi dengan manajemen.
“Kami terima dengan baik pertanyaannya. Namun apakah boleh kami berdiskusi dengan manajemen terlebih dahulu. Kami akan segera menghubungi,” tulis Maya dikonfirmasi, Rabu (07/05/2025) sore.
Dia pun memastikan akan segera memberi jawaban terkait pertanyaan yang dikirim awak media.
“Baik, kami catat (pertanyaan, red). Kami akan segera memberikan jawabannya. Saat ini sedang didiskusikan,” tulisnya kembali, Rabu (07/05/2025) malam.
Kendati sempat menunggu jawaban sejak sore sampai pukul 22.30, pihak PT MPK belum memberikan jawaban hingga berita ini diterbitkan redaksi. (lim)